Benarkah inong bale tersingkir pascakonflik? Faridah, bekas pasukan inong balee asal Aceh Rayeuk menggeleng cepat. “Kami adalah bahagian dari pejuang Aceh, KPA dan GAM juga tetap mengakui kami. Kami juga dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan tertentu setelah damai, seperti pelantikan gubernur tempo hari,” sebutnya. Penilaiannya, pengaturan dan sistem yang terapkan oleh BRA tidak benar, sehingga imbasnya bukan hanya pada inong balee, akan tetapi mantan pasukan GAM juga banyak yang tidak tersentuh.
Kondisinya pasca konflik kurang lebih sama dengan yang lain. Faridah belum mendapatkan apa-apa dari dana reintegrasi.
Menurutnya, BRA sudah punya acuan kerja resmi, tapi ketika dilaksanakan mereka sendiri bingung. “Padahal ketentuan kan sudah ada, bagaimana yang dikatakan dengan pasukan TNA, bagaimana GAM, yang mana simpatisan, yang mana korban konflik dan lain-lain, bagaimana penanganannya, semua sudah jelas. Kejadiannya apa? Anda tahu sendiri kan?,” sebutnya setengah bertanya.
Data kongkrit, juga menjadi sisi lemah lain. Mereka belum berhasil melakukan pendataan secara menyeluruh. Faridah tak mau menggurui lebih jauh. “Kalau mereka juga ingin melanjutkan programnya, ngak usah peduli GAM juga tidak apa-apa, tapi
jangan lupakan korban konflik, janda konflik, dan anak-anak yatim akibat konflik.”
Entahlah... keberadaan inong balee kian kontroversi. Yang jelas, mereka tak bisa dipisahkan dari gerakan dulunya. Bakhtiar Abdullah, Juru Bicara GAM menyebutkan pasukan inong balee punya peran besar. “Sangat banyak peran mereka dalam perjuangan GAM. Inong bale itu juga pejuang GAM bersama TNA,” tegas warga negara Swedia ini.
LINA
Perannya dulu beragam; dari ikut bergerilya sampai pemasok logistik untuk pasukan di hutan. Juga sebagai pemicu semangat juang para TNA. Siapa yang tak bangkit semangatnya melihat perempuan juga ikut memanggul senjata?
Pengakuannya, inong balee selalu berhubungan dengan GAM dan KPA setiap saat. Pascakonflik, mereka juga difasilitasi berbagai kegiatan pelatihan, salah satunya kerjasama bersama Liga Inong Aceh (LINA). Organisasi inilah yang telah banyak melatih inong balee sekarang ini; memberikan pendidikan perpolitikan, komputer, dan Bahasa Inggris.
Jumlahnya ribuan, Bakhtiar tidak mempunyai angka pasti. Sampai saat ini, GAM belum mendata keseluruhan jumlah mereka. Perhitungan sedang dilakukan.
Bakhtiar menepis cepat isu para inong balee yang dikorbankan dan di-pinggir-kan kepentingannya sesudah damai, terutama menyangkut dana reintegrasi. Petinggi GAM yang lama di Swedia itu mengakui benar, tidak ada na¬ma bekas pasukan inong balee dalam daftar penerima dana kompensasi dari BRA, yang diperuntukkan bagi 3.000 kombatan sesuai MoU Helsinki. Tapi, berarti mereka dianaktirikan. “Walaupun tidak ada nama, dari GAM juga memberikan kepada mereka, dan ini ada yang sudah mendapatkan,” sebutnya.
“Saya tidak bisa berkomentar lebih jauh kenapa nama mereka (dalam daftar 3.000) nggak ada,” sebutnya tanpa memberikan alasan.
Hematnya, Badan Reintegrasi Aceh alias BRA itu punya mekanisme sendiri dalam pelaksanaannya dan GAM juga telah melakukan kerjasama yang baik selama ini. Semua program reintegrasi diberikan kewenangannya kepada BRA; termasuk bagaimana cara pembagiannya, disesuaikan dengan mekanisme mereka. Di internal GAM sendiri ada kebijakan tambahan, misalnya; menyisihkan sedikit untuk inong balee.
BRA
Penjelasan Bakhtiar soal ada tidaknya nama inong balee dalam daftar gerilyawan 3.000 bertolak belakang dengan keterangan pihak BRA. Romana, Staf BRA di Banda Aceh, menyebutkan ada nama perempuan (inong balee) da¬lam data 3.000. “Untuk inong balee diantara 3.000 nama yang diajukan oleh KPA, ada kok terdapat nama-nama perempuan,” sebutnya.
Menurutnya pekerjaan BRA adalah mengimplementasikan butir-butir perjanjian MoU Helsinki. Target utamanya adalah TNA, GAM sipil, GAM menyerah, tahanan politik (tapol), dan juga korban konflik. Inong balee tidak khusus tapi ada di dalam unsur-unsur itu. BRA dibentuk sekitar awal tahun 2006 untuk mengurus kor¬ban konflik, anggota GAM, termasuk milisi.
Romana menyebutkan angka seratusan inong balee terdaftar sebagai penerima bantuan langsung, baik di dalam daftar gerilyawan 3.000 maupun dalam daftar sipil GAM 9.200. “Dibuktikan dengan adanya wakil perempuan yang kita serahkan bantuan secara langsung,” jelasnya.
“Berkaitan dengan isu gender, kita tidak membedakan laki-laki dan perempuan, kalau itu TNA, baik dia laki-laki atau perempuan, kita bayar Rp. 25 juta. Kalau dia non-TNA, kita juga tetap bayar Rp 10 juta, kalau dia tapol kita juga tetap membayarnya,” rinci Romana.
Semua data penerima bantuan itu ada di KPA. Katanya, sudah menjadi kesepakatan antara Aceh Monitoring Mission (AMM), Gubernur Aceh, GAM dan BRA, bahwa nama TNA dan non TNA yang mendapatkan bantuan ini tidak boleh keluar.
Tanpa mengantongi daftar ini, tentu saja kesimpulan yang diperoleh masih buntu alias tak bisa diurai. Di sini, Ketua BRA Islahudddin bersikap sama se¬perti hal¬nya Romana. “Inong Balee ada di antara 3.000 penerima bantuan, tapi saya tidak tahu berapa jumlah pastinya. Di data yang kami terima dari KPA terdapat nama inong balee,” sebutnya.
Mengenai program untuk inong balee, Islahuddin menyebutkan saat ini BRA tidak memiliki program khusus buat mereka. Tetapi, ke depan dia berjanji akan ada program yang berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi perempuan bekas pejuang ini. Kata Islahuddin, posisi BRA sebagai penengah dan tidak mencampuri sedikit pun data yang diberikan pihak KPA. Dia sendiri menolak memberikan daftar penerima bantuan ketika diminta oleh Aceh Magazine.Kondisinya pasca konflik kurang lebih sama dengan yang lain. Faridah belum mendapatkan apa-apa dari dana reintegrasi.
Menurutnya, BRA sudah punya acuan kerja resmi, tapi ketika dilaksanakan mereka sendiri bingung. “Padahal ketentuan kan sudah ada, bagaimana yang dikatakan dengan pasukan TNA, bagaimana GAM, yang mana simpatisan, yang mana korban konflik dan lain-lain, bagaimana penanganannya, semua sudah jelas. Kejadiannya apa? Anda tahu sendiri kan?,” sebutnya setengah bertanya.
Data kongkrit, juga menjadi sisi lemah lain. Mereka belum berhasil melakukan pendataan secara menyeluruh. Faridah tak mau menggurui lebih jauh. “Kalau mereka juga ingin melanjutkan programnya, ngak usah peduli GAM juga tidak apa-apa, tapi
jangan lupakan korban konflik, janda konflik, dan anak-anak yatim akibat konflik.”
Entahlah... keberadaan inong balee kian kontroversi. Yang jelas, mereka tak bisa dipisahkan dari gerakan dulunya. Bakhtiar Abdullah, Juru Bicara GAM menyebutkan pasukan inong balee punya peran besar. “Sangat banyak peran mereka dalam perjuangan GAM. Inong bale itu juga pejuang GAM bersama TNA,” tegas warga negara Swedia ini.
LINA
Perannya dulu beragam; dari ikut bergerilya sampai pemasok logistik untuk pasukan di hutan. Juga sebagai pemicu semangat juang para TNA. Siapa yang tak bangkit semangatnya melihat perempuan juga ikut memanggul senjata?
Pengakuannya, inong balee selalu berhubungan dengan GAM dan KPA setiap saat. Pascakonflik, mereka juga difasilitasi berbagai kegiatan pelatihan, salah satunya kerjasama bersama Liga Inong Aceh (LINA). Organisasi inilah yang telah banyak melatih inong balee sekarang ini; memberikan pendidikan perpolitikan, komputer, dan Bahasa Inggris.
Jumlahnya ribuan, Bakhtiar tidak mempunyai angka pasti. Sampai saat ini, GAM belum mendata keseluruhan jumlah mereka. Perhitungan sedang dilakukan.
Bakhtiar menepis cepat isu para inong balee yang dikorbankan dan di-pinggir-kan kepentingannya sesudah damai, terutama menyangkut dana reintegrasi. Petinggi GAM yang lama di Swedia itu mengakui benar, tidak ada na¬ma bekas pasukan inong balee dalam daftar penerima dana kompensasi dari BRA, yang diperuntukkan bagi 3.000 kombatan sesuai MoU Helsinki. Tapi, berarti mereka dianaktirikan. “Walaupun tidak ada nama, dari GAM juga memberikan kepada mereka, dan ini ada yang sudah mendapatkan,” sebutnya.
“Saya tidak bisa berkomentar lebih jauh kenapa nama mereka (dalam daftar 3.000) nggak ada,” sebutnya tanpa memberikan alasan.
Hematnya, Badan Reintegrasi Aceh alias BRA itu punya mekanisme sendiri dalam pelaksanaannya dan GAM juga telah melakukan kerjasama yang baik selama ini. Semua program reintegrasi diberikan kewenangannya kepada BRA; termasuk bagaimana cara pembagiannya, disesuaikan dengan mekanisme mereka. Di internal GAM sendiri ada kebijakan tambahan, misalnya; menyisihkan sedikit untuk inong balee.
BRA
Penjelasan Bakhtiar soal ada tidaknya nama inong balee dalam daftar gerilyawan 3.000 bertolak belakang dengan keterangan pihak BRA. Romana, Staf BRA di Banda Aceh, menyebutkan ada nama perempuan (inong balee) da¬lam data 3.000. “Untuk inong balee diantara 3.000 nama yang diajukan oleh KPA, ada kok terdapat nama-nama perempuan,” sebutnya.
Menurutnya pekerjaan BRA adalah mengimplementasikan butir-butir perjanjian MoU Helsinki. Target utamanya adalah TNA, GAM sipil, GAM menyerah, tahanan politik (tapol), dan juga korban konflik. Inong balee tidak khusus tapi ada di dalam unsur-unsur itu. BRA dibentuk sekitar awal tahun 2006 untuk mengurus kor¬ban konflik, anggota GAM, termasuk milisi.
Romana menyebutkan angka seratusan inong balee terdaftar sebagai penerima bantuan langsung, baik di dalam daftar gerilyawan 3.000 maupun dalam daftar sipil GAM 9.200. “Dibuktikan dengan adanya wakil perempuan yang kita serahkan bantuan secara langsung,” jelasnya.
“Berkaitan dengan isu gender, kita tidak membedakan laki-laki dan perempuan, kalau itu TNA, baik dia laki-laki atau perempuan, kita bayar Rp. 25 juta. Kalau dia non-TNA, kita juga tetap bayar Rp 10 juta, kalau dia tapol kita juga tetap membayarnya,” rinci Romana.
Semua data penerima bantuan itu ada di KPA. Katanya, sudah menjadi kesepakatan antara Aceh Monitoring Mission (AMM), Gubernur Aceh, GAM dan BRA, bahwa nama TNA dan non TNA yang mendapatkan bantuan ini tidak boleh keluar.
Tanpa mengantongi daftar ini, tentu saja kesimpulan yang diperoleh masih buntu alias tak bisa diurai. Di sini, Ketua BRA Islahudddin bersikap sama se¬perti hal¬nya Romana. “Inong Balee ada di antara 3.000 penerima bantuan, tapi saya tidak tahu berapa jumlah pastinya. Di data yang kami terima dari KPA terdapat nama inong balee,” sebutnya.
Karena itu, sulit memang membuktikan adakah nama inong balee dalam daftar penerima langsung dana kompensasi reintegrasi melalui BRA. Dari penelurusan Aceh Magazine, inong balee yang berhasil ditemui mengaku tak mendapat langsung bagian itu, termasuk inong balee sesenior Suriani.
Lupakan itu!
Yang jelas, walaupun tak semua, inong balee juga menerima bagian kucuran dana itu kendati hanya berupa dana si¬sihan dari rekan la¬ki-la¬ki sesa¬ma bekas pejuang yang kecipratan da¬na kompensasi BRA.
Begitu pun, program reintegrasi masih akan pan¬jang; ada janji BRA un¬tuk mem¬berdayakan mereka agar Suriani, Faridah, Sal¬wati, Mu¬tiawati, Fitria dan ribuan la¬¬innya bisa bangkit sejajar de¬ngan pejuang laki-laki. Tentu ju¬ga agar mereka ikut merasakan em¬¬puknya jok mo¬bil, se¬per¬ti impian Rusyida yang ma¬sih ha¬rus bergelut lumpur di pabrik ba¬tu bata tempatnya menghabiskan waktu.
Lupakan itu!
Yang jelas, walaupun tak semua, inong balee juga menerima bagian kucuran dana itu kendati hanya berupa dana si¬sihan dari rekan la¬ki-la¬ki sesa¬ma bekas pejuang yang kecipratan da¬na kompensasi BRA.
Begitu pun, program reintegrasi masih akan pan¬jang; ada janji BRA un¬tuk mem¬berdayakan mereka agar Suriani, Faridah, Sal¬wati, Mu¬tiawati, Fitria dan ribuan la¬¬innya bisa bangkit sejajar de¬ngan pejuang laki-laki. Tentu ju¬ga agar mereka ikut merasakan em¬¬puknya jok mo¬bil, se¬per¬ti impian Rusyida yang ma¬sih ha¬rus bergelut lumpur di pabrik ba¬tu bata tempatnya menghabiskan waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar